Kepala BMKG Ungkap Ancaman Paling Menakutkan Bukan Pandemi atau Perang, Salah Satunya Krisis Pangan

- 15 Juli 2023, 16:26 WIB
Ilustrasi : Kepala BMKG Ungkap Ancaman Paling Menakutkan Bukan Pandemi atau Perang, Salah Satunya Krisis Pangan
Ilustrasi : Kepala BMKG Ungkap Ancaman Paling Menakutkan Bukan Pandemi atau Perang, Salah Satunya Krisis Pangan /Pixabay.com/Tumisu

MEDANSATU.ID - Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menganggap bahwa ancaman paling menakutkan bagi dunia serta umat manusia itu ternyata bukan pandemi ataupun perang, akan tetapi, perubahan iklim.

Menurutnya, pemanasan global merupakan ‘biang kerok’ yang memicu perubahan iklim. Kepala BMKG mencontohkan beberapa dampak yang terjadi seperti, bencana hidrometerologi, cuaca ekstrem, kebakaran hutan dan lahan, serta krisis pangan.

Kepala BMKG mengungkapkan hal itu, disela-sela agenda Blended Training of Trainers on Climate Field School for Colombo Plan Member Countries, di Cianjur, Jawa Barat, Kamis 13 Juli 2023.

Dwikorita juga mengingatkan perubahan iklim yang terjadi secara global jangan dianggap remeh karena dampaknya bagi kehidupan sangat penting dan membahayakan.

“Kondisi ini mengancam seluruh negara di seluruh belahan dunia tanpa terkecuali," ungkapnya yang dilansir Medansatu.id jaringan Pikiran Rakyat dari siaran pers di laman bmkg.go.id. pada Sabtu 14 Juli 2023.

Perubahan iklim disebut dapat mengancam ketahanan pangan seluruh negara. Organisasi pangan dan pertanian dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi pada tahun 2050, dunia bakal menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim.

Kepala BMKG menjelaskan, Indonesia dan negara-negara di dunia telah melakukan upaya sebagai bagian dari mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim.

Menurutnya, BMKG secara rutin menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) sejak 2011 dengan menargetkan sasaran kepada petani dan penyuluh pertanian di seluruh wilayah Indonesia.

Disisi lain, ternyata keberhasilan kegiatan SLI di Indonesia ini dijadikan sebagai percontohan dan telah dilaksanakan TOT SLI untuk negara - negara Asia Pasifik, Timor Leste, dan Pakistan.

Adapun agenda Climate Field School (CFS) atau Sekolah Lapang Iklim ini diikuti dari berbagai negara anggota Colombo Plan dan Timor Leste. Tercatat ada 19 peserta yang berasal dari berbagai negara yakni Filipina, Bhutan, Myanmar, Sri Lanka, Papua Nugini, Nepal, Bangladesh, dan Timor Leste.

Dwikora menjelaskan bahwa negara-negara tersebut akan belajar bagaimana upaya mencegah krisis pangan melalui apa yang sudah diselenggarakan oleh SLI.

"CFS juga merupakan salah satu program Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan dan Triangular (KTSST) antara pemerintah Republik Indonesia, yaitu Kementerian Sekretariat Negara dan BMKG dengan Sekretariat Colombo Plan, " terangnya.

Kegiatan ini juga menjadi bukti sekaligus kontribusi Indonesia dan negara-negara di dunia pada upaya adaptasi perubahan iklim.

“Khususnya mengatasi masalah ketahanan pangan," tandasnya.***

Editor: Ayub Fahreza

Sumber: bmkg.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah