Ini Cerita Dua Sosok Disabilitas Pemeran Pentas Teater Yapentra Sumut, Ada Pesan Menohok!

- 4 Mei 2024, 22:41 WIB
Dua sosok penyandang disabilitas  pemeran drama musikal Pentas Teater Yapentra di Deli Serdang, Sumut, Jumat 3 Mei 2024.
Dua sosok penyandang disabilitas pemeran drama musikal Pentas Teater Yapentra di Deli Serdang, Sumut, Jumat 3 Mei 2024. /Adinda Lubis/Medansatu.id/Medan Satu Pikiran Rakyat Media Network

MEDANSATU.ID - Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (Yapentra) menggelar pentas teater bertajuk "Simfoni Alam yang Tak Kelihatan". Pertunjukan drama musikal ini berlangsung di aula kampus Yapentra, Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu hingga Minggu (4-5 Mei) 2024.

Proses kreatif persiapan pentas teater Yapentra ini diwarnai berbagai cerita menarik. Mulai dari persiapan, tantangan, harapan, dan pesan menohok.

Sebagaimana Medansatu.id menyiarkan sebelumnya, pertunjukan seni ini merupakan kolaborasi Yapentra dengan Lena Simanjuntak bersama Yayasan Cahaya Perempuan dan Budaya Indonesia.

Jurnalis Medansatu.id Pikiran Rakyat Media Network berkesempatan bincang-bincang bersama perwakilan aktor saat gladi bersih pentas teater Yapentra pada kemarin sore hari, Jumat 3 Mei 2024.

Dua sosok perwakilan aktor/pemain pentas teater bertutur tentang bagaimana apa yang dirasakan dan menjadi harapan mereka.

Pertama ada Nomas Irawarni Lase akrab disapa Ira mengungkapkan pengembangan bakat melalui seni peran adalah sesuatu hal yang baru bagi dia.

Perempuan penyandang disabilitas netra ini mengakui tentu senang karena bisa menjadi salah satu pemain teater yang terlibat.

Tetapi ketika dalam proses persiapan, perempuan berusia 18 tahun ini mendapat pengalaman sekaligus pembelajaran. Yaitu seni peran atau teater mesti benar-benar memasuki peran itu sendiri.

"Kita harus masuk ke dalam cerita itu. Sehingga instruktur dan sutradara kami Ibu Lena Simanjuntak sering memancing amarah saya, supaya saya benar-benar nangis atau marah," tuturnya.

Seia sekata dengan Ira, salah seorang pemeran utama bernama Ilman Hulu pentas teater ini menjadi sebuah hal yang baru. Remaja akrab disapa Ilman itu pun merasa senang, meski awalnya sempat bertanya-tanya.

Ilman menuturkan ketika peranan demi peranan saat latihan persiapan pentas teater Yapentra, dalam hati dia bertanya-tanya "Oh, bagaimana ya? apa yang harus saya lakukan?".

Apalagi ketika dipiih sebagai salah satu pemeran utama, dia langsung berpikir "Kenapa harus saya?". Tak heran, sebagai suatu hal yang baru memang hal itu lumrah terjadi.

Baca Juga: Yapentra akan Gelar Pentas Teater Simfoni Alam yang Tak Kelihatan 4-5 Mei 2024, Gaungkan Hak Disabilitas!

Remaja berusia 20 tahun itu bertutur sebagai pengalaman pertama belum bisa mengendalikan emosi sesuai yang diinginkan tema dari naskah.

Namun dari proses-proses kreatif yang berjalan itu, aktor tunanetra ini mendapatkan pelajaran yang senada dengan Gira bahwa penjiwaan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi mereka.

"Setiap latihan kadang ada saja masalah semisal lupa naskah dan cara penyampaian, itu menurut saya menjadi salah satu tantangan karena harus bisa menjiwai peran itu tersebut," ungkapnya.

Pesan Menohok dan Kolaborasi

Foto bersama tim Pentas Teater Yapentra usai melaksanakan gladi bersih, Jumat 3 Mei 2024./
Foto bersama tim Pentas Teater Yapentra usai melaksanakan gladi bersih, Jumat 3 Mei 2024./ Pikiran Rakyat Media Network

Terlepas dari proses-proses persiapan pentas teater Yapentra, dua sosok perwakilan para pemain drama musikal berharap agar cerita yang dipentaskan mewakili suara hati seluruh tunanetra.

"Harapannya orang tua yang memiliki anak seperti kami yang disabilitas tidak sesuai dalam cerita ini," kata Ira yang juga siswi SMA Negeri 2 Lubuk Pakam itu.

"Dan dalam pentas ini semoga bisa mengubah pandangan mereka," timpal Ilman.

Baca Juga: Membuka Mata dan Pikiran tentang Yapentra yang Merawat 61 Tunanetra dalam Kekurangan Dana

Kenapa Gira dan Ilman berharap kepada para orang tua agar tidak sesuai dalam cerita tersebut?

Gira menuturkan cerita ini berkisah seorang Raja memiliki anak yang disabilitas tunanetra dan ayahnya ini malu dilihat oleh rakyatnya bahwa dia memiliki seorang anak disabilitas.

"Makanya dia mengurung anaknya. Dan di satu sisi dia takut anaknya diejek dan dihina dan menurut sang Ayah hal itu adalah aib," cetusnya menyampaikan pesan menohok.

Diketahui pula proses kreatif seni peran dan persiapan rupanya bukan seminggu atau dua minggu. Tetapi sekira hampir satu bulan sedari pekan pertama April 2024. Bagaimana proses latihan? memakai naskah atau improvisasi?

Ghira mengakui awalnya tetap memakai naskah. Namun seiring proses latihan, naskah akhirnya banyak berubah. Sehingga dalam proses kreatif menggunakan pikiran dan naskah.

Akhirnya, naskah dibuat oleh sang sutradara, Lena Simanjuntak bersama para pemain teater Yapentra dan menciptakan kolaborasi.

"Naskah dibuat oleh Ibu Lena dan kami sendiri atau berkolaborasi," pungkasnya tersenyum.***

Editor: Adinda Lubis MS


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah