Prof Dr Zulfirman SH MH, Pemilu : Perubahan, Lanjutkan, Mengambang

13 Februari 2024, 14:30 WIB
Prof Dr Zulfirman SH MH /Medan Pikiran Rakyat/ Dokumen /

MEDANSATU.ID-Tanggal 14 Februari 2024 telah menjadi konsensus nasional akan dilaksanakannya pemungutan suara untuk memilih penyelenggara dua kekuasaan negara, yaitu kekuasaan eksekutif, Presiden dan wakil presiden, pada satu sisi dan kekuasaan legislative pada sisi lainnya.

Dua kekuasaan ini menjadi pilar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Pihak yang disebut pertama sebagai penyelenggara pemerintahan dan pihak yang disebut terakhir adalah kekuasan yang meramu norma hukum produknya adalah undang undang.

Kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif pada dasarnya adalah untuk membuat
keputusan dan kebijaksaanaan yang direalisasikan dalam tindakan dalam rangka pemberdayaan manusia, pembangunan, dan terakhir melayani manusia, rakyat Indonesia.

Bagaimana kekuasaan eksekutif menjalankan tiga hal tersebut haruslah mengikuti norma-norma hukum yang dibuat oleh kekuasaan legislative.

Baca Juga: Lahirnya Pancasila Di Mata Akademisi, Prof Dr Zulfirman SH MH : Pancasila, Gotong Royong

Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI), Prof Dr Zulfirman SH MH mengatakan, kekuasaan legilative haruslah benar-benar memahami dan mengenal nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam memperlakukan manusia sebagai manusia dan sumber daya alam di mana manusia itu bertempat tinggal dan berdiam diri.

Menurutnya ditemui Medan Pikiran Rakyat, Selasa 13 Februari 2024, Produk kerja legislative adalah bagaimana menjaga, merawat, memenuhi dan menghormati manusia sebagai makhluk yang memiliki harkat dan martabat.

Dalam hal ini norma-norma hukum yang dihasilkan oleh legislative adalah berisikan untuk apa dan bagaimana eksekutif mengambil kebijaksanaan dan putusan dalam upayanya membangun, memberdayakan, dan melayani rakyat kesemuanya.

Pada sisi ini produk legislative merupakan
pedoman perilaku eksekutif dan sekaligus sebagai instrumen pengubah dan mengarahkan perilaku yang tujuannya akhirnya adalah untuk menciptakan kesejateraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang berkeadilan.

Baca Juga: Menjelang Pemilu 2024, TNI Angkatan Laut Dukung Distribusi Logistik

Memperhatikan urgensi dua kekuasaan negara tersebut dalam kehidupan bernegara, maka perlu diperhatikan siapakah individu atau person yang patut, pantas, dan layak untuk dapat memegang kekuasaan negara tersebut.

Untuk itulah, ujar beliau, dalam sistem negara hukum dan demokrasi pentingnya Pemilihan Umum dilakukan sebagai sarana memperoleh kekuasaan publik dan pada sisi lain sebagai sarana bagi rakyat memberi amanah kepada orang tertentuuntuk menjalankan kekuasaan publik demi kepentingan rakyat.

Intinya tambah Zulfirman yang juga Pemerhati HAM dan Demokrasi Pendahuluan, pemilihan umum adalah satu sisi demokrasi yaitu demokrasi procedural dan sisi lainnya adalah demokrasi subsatansial dimana manusia diperlakukan secara terhormat dan adil serta memperoleh dan menikmati kesejahteraan demi kualitas dan kelangsungan hidupnya.

Katalog pesta demokrasi 2024 Instagram

Pemilu dan hak asasi manusia

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang selalu diklaim baik dan benar oleh banyak sistem pemerintahan negara di belahan dunia.

Baca Juga: Pilpres 2024, Partai NasDem Labuhanbatu Target 70 Persen Perolehan Suara AMIN

Demokrasi itu sendiri lahir sebagai reaksi dari sistem pemerintahan monarchie absolut yang mengabaikan hak-hak warga masyarakat sipil.

Ada tiga hal yang terkandung dalam istilah demokrasi. Pertama, bagaimana memperoleh kekuasaan. Kedua untuk apa kekuasaan dijalankan. Ketiga, apa tujuan kekuasaan yang dipegang.

Hal pertama terkait tentang politik, yang kedua berbicara hukum, dan yang ketiga
berbicara tentang ekonomi.

Tiga hal tersebut berkenaan dengan hak dasar manusia, yaitu (a) hak hidup (b)
kebebasan, dan (c) hak keamanan pribadi ( kesejahteraan ).

Ketiga hak dasar manusia tersebut
merupakan hak moral yang dalam literatur disebut sebagai hak asasi manusia, dan ketiganya merupakan mata air dari hak-hak asasi manusia lainnya.

Dalam suatu negara hukum yang demokrasi ketiga hak dasar manusia itu harus dilindungi, dihormati, dipenuhi dan dijamin; baik dalam bentuk norma maupun dalam bentuk implentasinya dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Baca Juga: Janji Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Bikin Mobil dan Motor Buatan Indonesia

Penghormatan, jaminan, pemenuhan dan perlindungan hak-hak moral tersebut menjadi tugas penting dari kekuasaan eksekutif.

Apa yang harus dilakukan dan bagaimana kekuasaan eksektutive melaksakanan tugas penting tersebut harus di atur dalam bentuk undang-undang yang merupakan produk kekuasaan legislatif.

Itu semua ditujukan untuk menghindari tindakan sewenang-wenang dan pelanggaran terhadap harkat dan martabat manusia oleh kekuasaan eksekutive.

Pada saat legislative membuat undang-undang atau hukum terkait hak dasar manusia tersebut isi norma hukumnya adalah menjamin, melindungi, memenuhi dan menghormati hak dasar manusia tersebut.

Pada saat kekuasaan legislative melahirkan undangundang terkait hak dasar manusia tersebut maka hak dasar yang pada awalnya merupakan hak moral bermetamorfosa menjadi hak hukum.

Baca Juga: Anies Baswedan Yakin Menang Pilpres 2024 Satu Putaran

Konsekuensi logis yuridisnya adalah undang undang tersebut harus dilaksanakan.

Pelanggaran terhadap hak hukum tersebut akan mempunyai sanksi hukum maupun moral. Dari dua peranan kekuasaan legislative dan kekuasaan eksekutive maka diperlukan orang-orang yang memiliki intelektualitas dan moralitas yang mumpuni.

Untuk itu siapakah orang yang tepat untuk mengemban kekuasaan eksekutive dan kekuasaan legislative itu adalah hak rakyat yang pelaksanaannya dilakukan melalui sarana pemilihan umum.

Inti tambah Zulfirman, pemilihan umum adalah menentukan “orang” calon pemegang kekuasaan publik. Jadi titik sentral ( focus) perhatian rakyat pada pemilihan hukum adalah menyaring, mengamati dan menentukan calon
orang yang akan memegang kekuasaan tersebut.

Perubahan, lanjutkan, dan mengambang
Output dari Presidential threshold menghasilkan tiga calon pasangan calon Presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilu tahun 2024.

Baca Juga: Melalui Surat dari Jokowi, Proses Pencalonan Gibran di Pilpres 2024 Lancar

Ini artinya setiap pasangan calon Presiden
dan wakil Presiden sesungguhnya adalah repersentasi dari kepentingan partai politik. Fakta ini memberi penjelasan bagaimana hasil pemilu 2024 nantinya adalah menyatunya kepentingan legislative dan eksekutive.

Jika ini benar, maka sudah dapat dipastikan hak-hak dan kepentingan rakyat kecil ( masyarakat ) menjadi termajinalkan; dampaknya sudah dapat
disimpulkan, hasil dan pelaksanaan program kerja calon Presiden dan wakil Presiden akan melahirkan kebijakan yang hanya populer pada kelompok-kelompok tertentu saja sebaliknya
bagi rakyat kecil ( masyarakat ) tidak mendapat manfaat bagaimana hak-hak asasinya dihormati, dijamin, dipenuhi dan dilindungi.

Berdasarkan masalah tersebut bukan tidak mungkin upaya-upaya untuk meraih
kekuasaan ( baca kekuasaan eksetutive dan legislative ) dalam Pemilu yang akan dilaksanakan nantinya demi maraih kekuasan bukan dilakukan dengan cara-cara yang tidak simpatik
menerabas menerabas rambu-rambu hukum dan fatsun politik.

Fenomena yang digambarkan di atas, relevan untuk dicermati slogan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ada saat ini yakni perubahan, lanjutkan dan mengambang.

Untuk menakar slogan calon presiden dan wakil Presiden yang diamini oleh partai politik pendukungnya maka rakyat perlu secara bijaksana melihat dan menentukan pilihannya.

Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal. Pertama, apakah calon Presiden dan calon wakil Presiden dalam mengusungkan programnya dan menjalankan kekuasaan nantinya memperhatikan secara proporsional dan adil tentang tiga kekuatan dalam suatu negara : (a) penguasa (b)
pengusaha dan (c) rakyat. Kedua, dalam pemilu kali ini perlu menjadi pusat perhatian terkait dengan orangnya ( calon pengemban kekuasaan eksekutif dan legislative), yang perlu diperhatikan apakah calon Presidan dan calon Wakil Presiden dan calon legislative orang yang benar-benar mengabdikan dirinya untuk orang banyak.

Kita jangan terjebak dengan programnya semata-mata. Hal ini perlu diperhatikan karena siapa pun Presiden, dan wakil Presidennya semuanya tidak dapat menghindari untuk melakukan upaya-upaya kesejahteraan masyarakat umum.

Dua hal yang disebutkan tersebut tidak terlepas dari “orang” yang akan mengemban tugasnya, apakah itu pengemban kekuasan eksekutif maupun pengemban kekuasaan
legislative.

Hal ini perlu diperhatikan sebab di tangan orang yang baik akan menghasilkan keputusan dan kebijakasanaan yang baik.

Sebaik apapun suatu aturan hukum jika ditangan orang yang tidak baik, maka hukum itu dalam pelaksanaannya menjadi tidak baik.

Intinya dalam pemilihan Presiden, wakil Presiden, dan anggota legislative haruslah dipilih seseorang yang memiliki moralitas yang terpuji tidak cukup hanya kepintaran intelektualnya semata.

Mengapa masalah moral menjadi penting bagi orang yang bakal memegang kekuasaan? Kondisi permasalahan saat ini berhubungan dengan moral yang dapat dilihat dari fakta perilaku korupsi yang merajalela disemua lini kekuasaan negara.

Rekayasa hukum dan penggunaan kekuasan demi melanggengkan kekuasaan, pemihakan dalam kampanye dengan politik dinasti, penggunaan kekayaan negara demi kepentingan kekuasaan dengan dalih bantuan sosial.

Juga bentuk kejahatan moral dimana kebijakan-kebijakan penguasa yang memarjinalkan rakyat kecil dan memperkuat oligar dimana penguasa dan pengusaha menjadi satu untuk mengejar kesejahteraannya sendiri.

Nansa moral adalah nuansa dunianya manusia. Hanya manusialah penyandang moral sedangkan mahkluk hidup lainnya tidak.

Morallah yang memberi ciri yang khas bahwa manusia adalah manusia. Manusia tidak bermoral kehilangan karakternya sebagai manusia.

Kita tidak bisa berharap banyak akan terjadinya pembangunan dan atau perubahan di tangan orang yang tidak bermoral. Lebih baik menjadi orang baik dari pada menjadi orang pintar.

Oleh karena itu, pada pemilihan calon-calon pemegang kekuasaan yang akan dilakukan tanggak 14 Feruari 2024 nanti, hendaknya parameter yang kita gunakan untuk memilih adalah dari aspek moralnya dan pengabdiannya pada rakyat banyak.

Kiranya kita dapat belajar dari dari diungkapkan Socrates tentang pemimpin politik. Socrates dalam dialognya dengan Thrasymarcus dalam karangannya berjudul Republik mengatakan : “orang-orang baik tidak akan mau memerintah demi uang atau kehormatan. Karena mereka tidak ingin secara terbuka menentukan upah untuk memerintah demi uang atau kehormatan.

Mereka tidak ingin secara terbuka menentukan upah untuk memerintah dan disebut bekerja demi uang, juga tidak ingin secara rahasia memetik manfaat saat memerintah dan disebut sebagai para pencuri, demikian pula mereka tidak ingin memerintah demi kehormatan karena mereka bukanlah pecinta kehormatan".

Apa yang dikatakan Socrates itu adalah seorang pemimpin itu haruslah orang yang mengetahui dan mengerti bahwa dirinya diabdikan kepada kepentingan orang banyak bukan untuk diri pribadi dan atau sekolmpok golongan.

Pada posisi itulah peranan moral menjadi
aman penting. Dalam bahasa lain jangan berharap banyak akan terjadi kesejateraan, keadilan dan keamanan yang sesungguhnya akan diperokeh dari pemimpin yang moralnya hancur lebur.

Akhirnya, kata Zulfirman, dalam pemilu kali, dari slogan dari proram para capres dan cawapers serta partai koalisi pendukungnya. Berhasil atau tidaknya sangat tergantung dari orangnya.

Perubahan tidak akan pernah terjadi bila pelaku tidak bermoral, lanjutkan juga tidak akan berhasil mencapai tujuannya jika tidak dukungan para pelakunya bermoral, demikian pun slogan yang tuanku adalah rakyat juga tidak berarti sama sekali jika tidak menghayati keinginan dan kebutuhan rakyat akibat dinafikannya moral dalam menjalankan kekuasaannya.

Bagi pemilih yang akan menyalurkan aspirasinya menetapkan penguasa pada Pemilu hendaknya menyadari bahwa bagitu penting dan berharganya suara yang akan diberikannya kepada calon penguasa baik eksekutif maupun legislative untuk Indonesia yang maju dan modren.

Perlu diingat pemberi suara bertanggungjawab atas perbuatan dan tindakan orang yang dipilihnya manakala ia memimpin.

Oleh karenanya, hindari milih orang-orang yang meraih kekuasan dengan cara-cara yang melanggar ketentuan perundang-undangan, melanggar
fatsun politik, berprilaku curang dan transaksional suara.

Pemilihan Umum kali ini hendaknya
kita tidak lagi terjebak dengan sosok-sosok yang menampilkan pencitraan diri demi popularitas padahal sejatinya kualitasnya bak karat dibalik kemilau.

Diakhir wawancara kepada Medan Pikiran Rakyat, Prof Zulfirman mengucapkan : Selamat melaksanakan pemilu yang berkualitas.***

Editor: Dedi Suang MS

Tags

Terkini

Terpopuler