MEDANSATU.ID-Polda Sumatera Utara melalui Kabid Humas Kombes Pol. Hadi Wahyudi mengumumkan telah menetapkan 2 Tersangka dalam kasus dugaan korupsi Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat.
Namun, sayangnya tidak diungkapkan siapa Tersangka dalam kasus tersebut, yang menyebabkan kebingungan di kalangan guru honorer mingrkat dan masyarakat.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai pengumuman penetapan tersangka yang disampaikan oleh Polda Sumatera Utara terlihat aneh dan berbeda dengan kasus-kasus PPPK lainnya yang ditangani oleh Polda Sumatera Utara seperti Madina dan Batu Bara.
Dalam kasus Madina dan Batu Bara, saat penetapan tersangkanya diumumkan secara detail siapa tersangkanya dan jabatannya.
Setelah memperoleh informasi melalui Surat Panggilan Penyidikan dan Pemeriksaan yang telah diambil dan diterima oleh LBH Medan, Polda Sumatera Utara menetapkan dua tersangka yaitu AW dan RN yang merupakan kepala sekolah di SDN 055975 Pancur Ido, Selapian Kabupaten Langkat dan 056017 Tebing Tanjung Selamat.
Namun, LBH Medan menduga bahwa kedua kepala sekolah tersebut bukanlah pelaku utama dari kasus dugaan korupsi PPPK Langkat.
LBH Medan menjelaskan bahwa ada beberapa alasan mengapa kedua tersangka tersebut bukan pelaku utama.
Pertama, apakah kepala sekolah dapat memberikan jaminan kelulusan pada guru honorer Langkat dan meluluskan mereka? Secara hierarki, masih ada atasan kepala sekolah.
Kedua, percakapan rekaman diduga antara Kepala Sekolah Rohayu Ningsih dan seorang guru menunjukkan ada orang lain yang lebih tinggi jabatannya dan dihormati oleh kepala sekolah tersebut yang menerima uang dugaan suap kasus PPPK Langkat.
Ketiga, meskipun kedua tersangka merupakan kepala sekolah dan di bawah naungan dinas pendidikan, dalam penilaian surat keputusan tunjangan profesi guru (SKTP) yang memberikan nilai, bukan hanya dari dinas pendidikan, tetapi juga dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Keempat, pihak LBH menduga Polda Sumatera Utara belum memeriksa Pelaksana Tugas (Plt) Bupati, padahal pengumuman Plt Bupati menyatakan bahwa para korban tidak lulus.
Maka dari itu, LBH Medan mendesak Polda Sumatera Utara untuk tidak hanya berhenti pada kedua kepala sekolah tersangka tersebut saja.
Mereka juga meminta agar kedua tersangka ditahan agar tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan melakukan tindakan pidana lainnya.
Serta memudahkan untuk menyelidiki secara terang siapa-siapa saja pelaku lainnya. Untuk menjamin adanya keadilan dalam penyelesaian kasus ini, LBH Medan juga meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengawasi kasus ini.
Dalam kasus ini, LBH Medan juga meminta Bupati atau Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) untuk membatalkan pengumuman hasil seleksi akhir PPPK Langkat.
Dalam perspektif hukum, kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 melanggar Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002, Pemenpan RB 14, Kepmenpan 658,659,651 dan 652.***