Demo juga dilarang ditempat instansi militer, rumah sakit, pelabuhan udara, laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat dan objek-objek vital nasional.
Kata EPZA, demo juga tidak patut dilakukan pada hari libur nasional dan dilarang jika membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum." selebihnya ya boleh," ujarnya.
Sementara prosedur atau tata cara menyampaikan pendapat di muka umum, menurut EPZA, terlebih dahulu diberitahukan kepada pihak kepolisian secara tertulis selambat-lambat-nya 3 x 24 jam. Artinya bila pemberitahuan sudah disampaikan tidak ada masalah terkait aksi unjuk rasa atau demo, yang penting koordinator aksi atau penanggung jawab demo harus bertanggung jawab, harus menjamin bahwa demo dilakukan secara aman, tertib dan damai.
"Jadi sangat berlebihan bila, para pendemo di Kejaksaan Tinggi Sumut ada yang dilaporkan kepada pihak kepolisian atau ada yang ditangkap, kecuali memang telah nyata-nyata para pendemo melakukan pelanggaran seperti misalnya merusak infrastuktur atau aset-aset negara, mengganggu atau membahayakan ketertiban umum,"terang EPZA.
EPZA yang pernah menjabat Kepala Divisi Informasi dan Komunikasi KAUM tahun 2020-2022, itu menambahkan kalau masalah aksi unjuk rasa atau demo sejatinya dilindungi negara, sebab dibolehkan UU, karena menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak asasi manusia, hal ini diatur dalam UUD-45 khusunya pada Pasal 28F yang menyatakan.'Setiap orang berhak kebebasan bersyarikat, berkumpul dan menyatakan pendapat di muka umum"
Selanjutnya, tambah EPZA, di dalam UU No. 9 tahun 1998 secara lebih detail dijelaskan pula mengenai jenis atau kriteria demo, diantaranya : unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum dan/atau mimbar bebas.
"Jadi sepanjang apa yang saya terangkan ini terpenuhi, pendemo dilindungi oleh UU, berlebihan kalu pihak tertentu melaporkan pendemo kepada aparat kepolisian, kalau pun dilapor, sejatinya aparat kepolisian tidak perlu menerima laporan tersebut," ujar EPZA.***