Ada Dugaan Kriminalisasi, Tuntutan JPU Kejari Binjai Ciderai Rasa Keadilan, Hakim Harus Adil

26 Maret 2024, 15:30 WIB
Sidang tuntutan dugaan korupsi MAN Binjai diduga ada kriminalisasi /Medan Pikiran Rakyat/ dok abay/

MEDANSATU.ID- Kasus korupsi yang melibatkan mantan Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Binjai beserta lima terdakwa lainnya yang dituntut oleh JPU Kejaksaan Negeri Binjai dinilai keliru dan menciderai rasa keadilan.

Hal ini disebabkan dua saksi ahli, saksi ahli pengadaan, kontrak dan manajemen proyek, Edi Usman M.T., AU (MP & TBG), CPE, CCMS, serta ahli pidana menyebut bahwa JPU Kejari Binjai sudah melanggar asas ultimum remedium dan keterangan saksi ahli tetap JPU bersikukuh memaksakan kasus ini agar masuk ke ranah pidana.

Ahli pidana, Dosen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara Dr Mahmud Mulyadi SH MH juga mengatakan bahwa hukum pidana seharusnya tidak boleh masuk sama sekali dalam kasus dugaan korupsi MAN Binjai.

Menurutnya, penanganan kasus korupsi sebaiknya dimulai dengan penerapan hukum administrasi terlebih dahulu, dan baru kemudian hukum pidana dipakai sebagai ultimum remedium atau senjata terakhir.

Baca Juga: Kejari Binjai Abaikan Hukum Administrasi Tangani Dugaan Korupsi MAN Binjai, Ada Dugaan Kriminalisasi

Dalam sidang tuntutan yang dilaksanakan pada Senin, 25 Maret 2024, JPU Kejari Binjai menuntut para terdakwa hukuman penjara dan denda.

Mantan Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Binjai, EP yang merupakan terdakwa utama, dituntut hukuman penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200 juta, sedangkan lima terdakwa lainnya dituntut hukuman penjara selama 1,5 tahun dan denda sebesar Rp50 juta. Mereka dinilai bersalah melakukan tindakan korupsi sebesar Rp1,097,918,100 yang merugikan keuangan negara.

Namun demikian, sejumlah fakta hukum terkait dakwaan jaksa penuntut yang dipertanyakan membuat penonton sidang maupun pihak Komisi Yudisial (KY) turut memantau sidang tersebut.

Muhrizal Syahputra, Asisten Penghubung KY Wilayah Sumatera Utara (Sumut), mengatakan bahwa pemantauan sidang dilakukan karena adanya laporan masuk ke KY terkait kasus korupsi MAN Binjai.

Baca Juga: Sidang Kasus MAN Binjai, Kejaksaan Negeri Binjai Langgar Asas Ultimum Remedium, 5 Instruksi Presiden Diabaikan

Dalam mengambil keputusan atas kasus ini, hakim harus adil dan mempertimbangkan semua fakta hukum yang ada.

Ragam pendapat yang muncul dari para ahli hukum dan fakta-fakta yang dipertanyakan menunjukkan bahwa kasus ini memerlukan penanganan yang cermat dan tepat.

Muslim Muis, Praktisi Hukum, berpendapat bahwa hakim harus memberikan verdict yang adil serta didasarkan pada bukti-bukti yang ada di hadapannya, karena dalam sistem hukum modern, banyak diharapkan agar hakim dapat bersikap independen dan memberikan keputusan yang adil.

Muis menegaskan bahwa tuntutan tidak ada jaminan bahwa hakim harus mengikuti tuntutan dari jaksa penuntut umum.

Dalam kasus ini, terdapat dugaan kriminalisasi dan tuntutan dari JPU Kejari Binjai yang dinilai menciderai rasa keadilan, sehingga sepatutnya hakim harus adil dalam penentuan putusan.

Baca Juga: 2 Saksi Ahli Dihadirkan Kejaksaan Munculkan Keraguan Dugaan Korupsi Dana Bos dan Komite Sekolah MAN Binjai

Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang memberikan kebebasan kepada hakim untuk membuat keputusan yang adil dan tidak terikat dengan segala tuntutan apapun.

Hakim harus menggunakan pertimbangan yang cermat dalam membuat keputusan, termasuk mempertimbangkan "unsur pasal".

Jika unsur pasal tidak terpenuhi, hakim dapat menjatuhkan putusan yang lebih ringan atau melepaskan tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut.

Namun, hakim harus tetap bertanggung jawab untuk memberikan keputusan yang adil dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

Baca Juga: MAN Binjai, Dugaan Korupsinya Sudah Masuk Sidang ke 10, Hakim Nazir Sebut Semua Berdasarkan Dakwaan

Hakim juga harus bersikap netral dan independen dalam menangani kasus dan memutuskan putusan yang adil, ini penting untuk menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus.

Dalam perspektif Islam, hakim mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menegakkan keadilan, sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Alquran dan Hadis yang menekankan pentingnya keadilan dan bersikap adil dalam setiap tindakan kehidupan.

Oleh karena itu, kata mantan Wadir LBH Medan tersebut, hakim tidak boleh hanya mengikuti tuntutan dari satu pihak saja, dan harus mempertimbangkan semua faktor yang relevan dalam membuat putusan.

Dalam melihat konteks yang lebih luas, hal ini juga berlaku bagi masyarakat umum. Kita harus memiliki kesadaran bahwa keadilan membutuhkan niat dan tindakan yang jujur dan adil.

Kita harus menghindari sikap prejudis dan berusaha untuk memahami semua fakta sebelum membuat keputusan final.

Baca Juga: Sidang ke 10 Tipikor Sekolah MAN Binjai, Pertentangan Terdakwa Tedy dengan Saksi Evi Mantan Kepala Sekolah

Dengan demikian, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera bagi semua orang.

Karena kasus ini sudah mengundang perhatian, kita harus tetap memantau perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa hakim yang mengambil keputusan dapat memberikan keadilan yang sejati bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sidang tuntutan akan dilanjutkan pada Senin, 1 April 2024, untuk mendengarkan nota pembelaan keenam terdakwa dan tim penasihat hukumnya.

Jadi, alangkah pentingnya bagi segala pihak yang terlibat dalam kasus ini, terutama hakim dan jaksa penuntut, untuk senantiasa mencermatinya dalam menangani kasus korupsi dan menjunjung prinsip-prinsip keadilan selama proses hukum berlangsung.***

 

Editor: Dedi Suang MS

Tags

Terkini

Terpopuler